- Teori Semiotika
a). Semiotika adalah ilmu mengenai
tanda, baik bersifat manusiawi maupun hewani berhubungan dengan suatu bahasa
tertentu atau tidak, mengandung unsur kebenaran atau kekeliruan bersifat sesuai
atau tidak sesuai bersifat wajar atau mengandung unsur yang dibuat-buat (Morris,
1946).
SallyPattinasarany,
1996, Dasar-Dasar Semiotika, Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
b). Semiotika merupakan kajian
terhadap hal-hal yang berkaitan dengan tanda-tanda. Tanda-tanda yang dimaksud
semua hal yang diciptakan dan direka sebagai bentuk penyampaian informasi yang
memiliki makna tertentu.
Sumber: Sudjono, Suprapto, 2003, Kembang
setaman, Yogyakarta: BPS ISI.
c). Semiotik merupakan teori umum
mengenai tanda-tanda bahasa. Sebagai bagian dari ilmu pengetahuan, semiotik
tidak meneliti tanda-tanda yang bersifat konkrit dalam suatu bahasa tertentu,
melainkan meneliti ilmu bahasa secara umum (Klaus – Buhr).
SallyPattinasarany,
1996, Dasar-dasar Semiotik, Jakarta:Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Contoh Berdasarkan referensi mengenai
semiotik diatas, bahwasanya masyarakat sangat membutuhkan tanda dalam kehidupan
sehari – hari sebagai media komunikasi, khususnya bagi masyarakat Minangkabau,
penempatan tanduk kerbau pada lingkungan rumah tertentu, merupakan salah satu tanda
bahwa rumah tersebut dihuni oleh penghulu atau Datuak sebagai pemimpin
mereka, artinya tanduak kerbau sebagai “tanda” telah memberikan suatu informasi
kepada masyarakat. Dalam hal ini tanduak kerbau berfungsi sebagai penanda
status sosial bagi masyarakat Minangkabau.
Tanda lain yang
bisa dijadikan sebagai contoh semiotic adalah Marawa Gadang. Jika Marawa Gadang yang
berwarna hitam putih terpasang di depan rumah, ini merupaka tanda bahwa telah
berlangsung upacara Batagak Penghulu.
Sumber teori yang digunakan, dikemukakan
oleh Sudjono, Suprapto.
- Teori Akulturasi
a). Akuturasi adalah proses sosial
yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu suatu kebudayaan tertentu,
dan dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing dengan sedemikian
rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah
ke dalam kebudayaan sendiri tanpa mentebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan
itu.
Sumber: Koentjaranigrat, 2002, Pengantar Ilmu
Antropologi, Jakarta:
Rineka Cipta.
b). Akulturasi adalah dua
kebudayaan bertemu muka, terdapat penerimaan dari nilai-nilai kebudayaan lain,
nilai baru diinkorporasi dalam kebudayaan lama.
Sumber: Bakker Sj, J.W.M, 1984, Filsafat
Kebudayaan, Yogyakarta: Kanisius.
c). Akulturasi merupakan
perubahan-perubahan besar dalam kebudayaan yang terjadi sebagai akibat kontak
antar kebudayaan yang berlangsung lama. Terjadi bila kelompok-kelompok individu
memiliki kebudayaan yang berbeda, saling berhubungan secara langsung dengan
intensif, sehingga timbulnya perubahan-perubahan besar pada pola kebudayaan
dari salah satu atau kedua kebudayaan yang bersangkutan.
Sumber:. Haviland, William .A, 1985, Antropologi
II, Jakarta:
Erlangga.
Contoh: Menurut teori diatas, kontak antar
budaya yang terjadi bisa mangakibatkan lahirnya suatu kebudayaan baru atau disebut
dengan akulturasi. Akulturasi bisa dilihat dari pakaian adat Minangkabau yang
dipakai oleh penghulu, pembauran antara Baju Guntiang Cino, Sarawa
Batiak dan Saluak terbuat
kain batik serta Karih yang berasal dari daerah Jawa, kain
saruang dari Bugih, tarompa sebagai
budaya lokal Minangkabau. Semua komponen budaya ini menyatu menjadi pakaian
adat Minangkabau dan diakui sebagai budaya lokal.
Sumber teori
yang digunakan, dikemukakan oleh William A. Haviland,
- Teori Hegemoni
a). bagi Gramsci, hegemoni berarti
dimana suatu blok historis “faksi kelas berkuasa” menjalankan otoritas sosial
dan kepemimpinan atas kelas-kelas suboardinat melalui kombinasi antara kekuatan
dan terlebih lagi dengan konsensus.
Sumber: Chris, Bakker, 2004, Cultural Studies, Yogyakarta: Kreasi Warna.
b). Hegemoni atau menguasai dengan
kepemimpinan moral dan intelektual sebagai suatu bentuk supermasi suatu
kelompok atau beberapa kelompok lain dengan dominasi kekuasaan.
Sumber: Weber dalam Daryusti, 2006, Hegemoni
Penghulu, Yogyakarta: Pustaka.
c). Hegemoni adalah kekuatan
mendominasi para kelompok dominan dipadukan di lain pihak dengan persetujuan
sadar dari pihak yang terdominasi.
Sumber: Gramsci dalam Widja, I Gde, 2009, Pendidikan
Sebagai Ideologi Budaya, Denpasar: Universias Udayana.
Contoh: Bicara persoalan hegemoni, sangat
jelas terlihat dari peranan seorang Penghulu terhadap kaumnya, sesuai dengan
teori diatas bahwasanya Penghulu memiliki kekuatan mendominasi kaumnya sebagai
kelompok dominan. Sebagai pemimpin kaum yang ditinggikan sarantiang,
didahulukan salangkah, kapai tampek batanyo, kapulang tampek babarito,
dengan artian bahwasanya penghulu memiliki peranan utama dalam segala hal yang
menyangkut kehidupan sosial dalam kaum, ini dibuktikan melalui anggapan bahwa
Penghulu diibaratkan sebagai Kayu Gadang di Tangah Padang, batangnyo tampek
basanda, dahannyo tampek bagantuang, daunnyo tampek balinduang, ureknyo tampek
baselo dalam artian seorang penghulu harus membentengi kaumnya dari segala
hal. Jadi sebaliknya kaum yang dipimpin oleh penghulu harus patuh padanya.
Disadari atau tidak segala sesuatu yang harus dilakukan oleh kaumnya harus
mendapat persetujuan dari Penghulu.
Sumber teori yang, diungkapkan oleh
Gramci.
- Teori Difusi
a). Difusi berarti suatu kebudayaan
dapat menyebar ke kebudayaan lain melalui kontak budaya.
Sumber: Takari, Muhammad, 2008, Budaya Musik dan
Tari Melayu Sumatera Utara, Medan:
USU Press.
b). Difusi adalah penyebaran unsur unsur
kebudayaan bersamaan dengan penyebaran dan migrasi kelompok-kelompok manusia di
muka bumi, turut pula tersebar unsur-unsur kebudayaan dan sejarah dari proses
penyebaran unsur-unsur kebudayaan ke seluruh penjuru dunia.
Sumber: Koentjaraningrat, 1990, Pengantar Ilmu
antropologi, Jakarta:
Rineka Cipta.
c). Difusi adalah persebaran
unsur-unsur kebudayaan yang mungkin terjadi dalam kehidupan masyarakat, dapat
digunakan kerangka kebudayaan, kerangka kebudayaan merupakan perpaduan antara
wujud kebudayaan dengan unsur kebudayaan.
Sumber: Mangihut, Siregar, dkk, 1996, Antropologi
Umum, Jakarta:
Maduma Bonauli Tua.
Contoh: Difusi dalam seni rupa adalah keris. Budaya
keris diperkirakan berkembang di pulau Jawa pada abad ke-6 dan kemudian
menyebar hampir ke seluruh wilayah Indonesia. Pada jaman Kerajaan Majapahit abad ke-14 budaya keris telah
menyebar ke wilayah-wilayah kekuasaannya, itulah sebabnya keris juga ditemui di
Malaysia, Brunei Darussalam, Filipina Selatan, Kamboja dan Thailand Selatan. Bahkan
di Minangkabau keris telah diadobsi menjadi kebudayaan lokal.
Teori yang digunakan dikemukakan
oleh Mangihut Siregar.
- Teori Evolusi
a). Evolusi merupakan proses
perkembangan yang berjalan lambat dari kebudayaan-kebudayaan yang berlainan dan
yang hidup dalam lingkungan yang berbeda-beda, tetapi yang secara garis besar
menunjukkan persamaan dalam proses-proses evaluasi kebudayaan manusia dalam
unsur-unsur primernya, tetapi menunjukkan perbedaan besar dalam unsur-unsur
sekundernya.
Sumber: Steward, 1955 dalam
Koentjaraningrat, 1990, Sejarah antropologi II, Jakarta: UI Press.
b). Menurut Sahlin dan Service
dalam Lauwer evolusi adalah kemajuan yang ditandai dengan gerakan serentak
kedua arah. Di satu sisi, terciptanya keanekaragaman melalui perubahan
kemampuan menyesuaikan diri: bentuk-bentuk baru dibedakan dengan bentuk lama.
Di sisi lain, evolusi menimbulkan kemajuan, bentuk yang lebih tinggi muncul
dari dan melampaui yang lebih rendah.
Sumber: Robert H, Lauher, 1993, Perspektif
tentang perubahan sosial, Jakarta:
Rineka Cipta.
c). Evolusi adalah perubahan yang
diwarisi dalam (genotipe) yang menjadi efek dalam kelompok gen suatu populasi,
dan gen adalah unit warisan yang sebenarnya.
Sumber: A. Haviland, William, 1985,
Antropolgi I, Jakarta:
Erlangga.
Contoh: Sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Lauher mengenai Evolusi, evolusi menimbulkan kemajuan, bentuk
yang lebih tinggi muncul dari, dan melampaui budaya yang lebih tendah. seperti (Tarompa)
Sandal. Tarompa khususnya yang dipakai oleh Penghulu dalam acara adat. Pada awalnya
Sandal dibuat dengan bentuk yang sederhana dan berfungsi sebagai alas kaki
Penghulu. Sesuai dengan perkembangan yang terjadi, maka masa sekarang telah
banyak ditemui Tarompa dengan bentuk yang beraneka ragam bahkan sekarang
juga dikenal alas kaki yang disebut dengan sepatu. Sesuai dengan pepetah
Miangkabau Sakali Aia gadang, Sakali tapian Barubah (sekali air besar,
sekali tapian berubah)
Teori yang digunakan dikemukakan oleh Robert.H
Lauher.