SENI

Jumat, 30 Oktober 2015

Teori-Teori dalam Seni

  1. Teori Semiotika
a). Semiotika adalah ilmu mengenai tanda, baik bersifat manusiawi maupun hewani berhubungan dengan suatu bahasa tertentu atau tidak, mengandung unsur kebenaran atau kekeliruan bersifat sesuai atau tidak sesuai bersifat wajar atau mengandung unsur yang dibuat-buat (Morris, 1946).
SallyPattinasarany, 1996, Dasar-Dasar Semiotika, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
b). Semiotika merupakan kajian terhadap hal-hal yang berkaitan dengan tanda-tanda. Tanda-tanda yang dimaksud semua hal yang diciptakan dan direka sebagai bentuk penyampaian informasi yang memiliki makna tertentu.
Sumber: Sudjono, Suprapto, 2003, Kembang setaman, Yogyakarta: BPS ISI.

c). Semiotik merupakan teori umum mengenai tanda-tanda bahasa. Sebagai bagian dari ilmu pengetahuan, semiotik tidak meneliti tanda-tanda yang bersifat konkrit dalam suatu bahasa tertentu, melainkan meneliti ilmu bahasa secara umum (Klaus – Buhr).
SallyPattinasarany, 1996, Dasar-dasar Semiotik, Jakarta:Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Contoh                        Berdasarkan referensi mengenai semiotik diatas, bahwasanya masyarakat sangat membutuhkan tanda dalam kehidupan sehari – hari sebagai media komunikasi, khususnya bagi masyarakat Minangkabau, penempatan tanduk kerbau pada lingkungan rumah tertentu, merupakan salah satu tanda bahwa rumah tersebut dihuni oleh penghulu atau Datuak sebagai pemimpin mereka, artinya tanduak kerbau sebagai “tanda” telah memberikan suatu informasi kepada masyarakat. Dalam hal ini tanduak kerbau berfungsi sebagai penanda status sosial bagi masyarakat Minangkabau.
Tanda lain yang bisa dijadikan sebagai contoh semiotic adalah Marawa Gadang. Jika Marawa Gadang yang berwarna hitam putih terpasang di depan rumah, ini merupaka tanda bahwa telah berlangsung upacara Batagak Penghulu.    
Sumber teori yang digunakan, dikemukakan oleh Sudjono, Suprapto.

  1. Teori Akulturasi
a). Akuturasi adalah proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu suatu kebudayaan tertentu, dan dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa mentebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu.
Sumber: Koentjaranigrat, 2002, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: Rineka Cipta.
b). Akulturasi adalah dua kebudayaan bertemu muka, terdapat penerimaan dari nilai-nilai kebudayaan lain, nilai baru diinkorporasi dalam kebudayaan lama.
Sumber: Bakker Sj, J.W.M, 1984, Filsafat Kebudayaan, Yogyakarta: Kanisius.

c). Akulturasi merupakan perubahan-perubahan besar dalam kebudayaan yang terjadi sebagai akibat kontak antar kebudayaan yang berlangsung lama. Terjadi bila kelompok-kelompok individu memiliki kebudayaan yang berbeda, saling berhubungan secara langsung dengan intensif, sehingga timbulnya perubahan-perubahan besar pada pola kebudayaan dari salah satu atau kedua kebudayaan yang bersangkutan.
Sumber:. Haviland, William .A, 1985, Antropologi II, Jakarta: Erlangga.

Contoh:           Menurut teori diatas, kontak antar budaya yang terjadi bisa mangakibatkan lahirnya suatu kebudayaan baru atau disebut dengan akulturasi. Akulturasi bisa dilihat dari pakaian adat Minangkabau yang dipakai oleh penghulu, pembauran antara Baju Guntiang Cino, Sarawa Batiak dan Saluak  terbuat  kain batik serta Karih yang berasal dari daerah Jawa, kain saruang dari Bugih,  tarompa sebagai budaya lokal Minangkabau. Semua komponen budaya ini menyatu menjadi pakaian adat Minangkabau dan diakui sebagai budaya lokal.
Sumber teori yang digunakan, dikemukakan oleh William A. Haviland,




  1. Teori Hegemoni
a). bagi Gramsci, hegemoni berarti dimana suatu blok historis “faksi kelas berkuasa” menjalankan otoritas sosial dan kepemimpinan atas kelas-kelas suboardinat melalui kombinasi antara kekuatan dan terlebih lagi dengan konsensus.
Sumber: Chris, Bakker, 2004, Cultural Studies, Yogyakarta: Kreasi Warna.

b). Hegemoni atau menguasai dengan kepemimpinan moral dan intelektual sebagai suatu bentuk supermasi suatu kelompok atau beberapa kelompok lain dengan dominasi kekuasaan.
Sumber: Weber dalam Daryusti, 2006, Hegemoni Penghulu, Yogyakarta: Pustaka.

c). Hegemoni adalah kekuatan mendominasi para kelompok dominan dipadukan di lain pihak dengan persetujuan sadar dari pihak yang terdominasi.
Sumber: Gramsci dalam Widja, I Gde, 2009, Pendidikan Sebagai Ideologi Budaya, Denpasar: Universias Udayana.

Contoh:           Bicara persoalan hegemoni, sangat jelas terlihat dari peranan seorang Penghulu terhadap kaumnya, sesuai dengan teori diatas bahwasanya Penghulu memiliki kekuatan mendominasi kaumnya sebagai kelompok dominan. Sebagai pemimpin kaum yang ditinggikan sarantiang, didahulukan salangkah, kapai tampek batanyo, kapulang tampek babarito, dengan artian bahwasanya penghulu memiliki peranan utama dalam segala hal yang menyangkut kehidupan sosial dalam kaum, ini dibuktikan melalui anggapan bahwa Penghulu diibaratkan sebagai Kayu Gadang di Tangah Padang, batangnyo tampek basanda, dahannyo tampek bagantuang, daunnyo tampek balinduang, ureknyo tampek baselo dalam artian seorang penghulu harus membentengi kaumnya dari segala hal. Jadi sebaliknya kaum yang dipimpin oleh penghulu harus patuh padanya. Disadari atau tidak segala sesuatu yang harus dilakukan oleh kaumnya harus mendapat persetujuan dari Penghulu.
Sumber teori yang, diungkapkan oleh Gramci.
  1. Teori Difusi
a). Difusi berarti suatu kebudayaan dapat menyebar ke kebudayaan lain melalui kontak budaya.
Sumber: Takari, Muhammad, 2008, Budaya Musik dan Tari Melayu Sumatera Utara, Medan: USU Press.

b). Difusi adalah penyebaran unsur unsur kebudayaan bersamaan dengan penyebaran dan migrasi kelompok-kelompok manusia di muka bumi, turut pula tersebar unsur-unsur kebudayaan dan sejarah dari proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan ke seluruh penjuru dunia.
Sumber: Koentjaraningrat, 1990, Pengantar Ilmu antropologi, Jakarta: Rineka Cipta.
c). Difusi adalah persebaran unsur-unsur kebudayaan yang mungkin terjadi dalam kehidupan masyarakat, dapat digunakan kerangka kebudayaan, kerangka kebudayaan merupakan perpaduan antara wujud kebudayaan dengan unsur kebudayaan.
Sumber: Mangihut, Siregar, dkk, 1996, Antropologi Umum, Jakarta: Maduma Bonauli Tua.
Contoh: Difusi dalam seni rupa adalah keris. Budaya keris diperkirakan berkembang di pulau Jawa pada abad ke-6 dan kemudian menyebar hampir ke seluruh wilayah Indonesia. Pada jaman Kerajaan  Majapahit abad ke-14 budaya keris telah menyebar ke wilayah-wilayah kekuasaannya, itulah sebabnya keris juga ditemui di Malaysia, Brunei Darussalam, Filipina Selatan, Kamboja dan Thailand Selatan. Bahkan di Minangkabau keris telah diadobsi menjadi kebudayaan lokal.
            Teori yang digunakan dikemukakan oleh Mangihut Siregar.

  1. Teori Evolusi
a). Evolusi merupakan proses perkembangan yang berjalan lambat dari kebudayaan-kebudayaan yang berlainan dan yang hidup dalam lingkungan yang berbeda-beda, tetapi yang secara garis besar menunjukkan persamaan dalam proses-proses evaluasi kebudayaan manusia dalam unsur-unsur primernya, tetapi menunjukkan perbedaan besar dalam unsur-unsur sekundernya.
Sumber: Steward, 1955 dalam Koentjaraningrat, 1990, Sejarah antropologi II, Jakarta: UI Press.

b). Menurut Sahlin dan Service dalam Lauwer evolusi adalah kemajuan yang ditandai dengan gerakan serentak kedua arah. Di satu sisi, terciptanya keanekaragaman melalui perubahan kemampuan menyesuaikan diri: bentuk-bentuk baru dibedakan dengan bentuk lama. Di sisi lain, evolusi menimbulkan kemajuan, bentuk yang lebih tinggi muncul dari dan melampaui yang lebih rendah.
Sumber: Robert H, Lauher, 1993, Perspektif tentang perubahan sosial, Jakarta: Rineka Cipta.

c). Evolusi adalah perubahan yang diwarisi dalam (genotipe) yang menjadi efek dalam kelompok gen suatu populasi, dan gen adalah unit warisan yang sebenarnya.
Sumber: A. Haviland, William, 1985, Antropolgi I, Jakarta: Erlangga.

Contoh:           Sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Lauher mengenai  Evolusi, evolusi menimbulkan kemajuan, bentuk yang lebih tinggi muncul dari, dan melampaui budaya yang lebih tendah. seperti (Tarompa) Sandal. Tarompa khususnya yang dipakai oleh Penghulu dalam acara adat. Pada awalnya Sandal dibuat dengan bentuk yang sederhana dan berfungsi sebagai alas kaki Penghulu. Sesuai dengan perkembangan yang terjadi, maka masa sekarang telah banyak ditemui Tarompa dengan bentuk yang beraneka ragam bahkan sekarang juga dikenal alas kaki yang disebut dengan sepatu. Sesuai dengan pepetah Miangkabau Sakali Aia gadang, Sakali tapian Barubah (sekali air besar, sekali tapian berubah)
               Teori yang digunakan dikemukakan oleh Robert.H Lauher.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar