SENI

Kamis, 27 Oktober 2016

WEIGHTLESS Karya : Erika Janunger

WEIGHTLESS
Karya : Erika Janunger
Setelah melihat, menonton dan mengamati video tari karya Erika Janunger yang berjudul Weightles, penulis menilai begitu banyak hal yang menarik untuk dikritisi terutama setting panggungnya yang memberikan kesan penari yang tidak memiliki gravitasi.
Video tari ini mempertunjukkan tarian tentang kehidupan keseharian seseorang di kamar tidur dan ruang baca. Kamar tidur dapat terlihat dengan penggunaan properti tempat tidur, lampu tidur, kursi,sandal, baju, dan jendela. Sedangkan ruang baca terdiri atas properti rak buku, sebuah kursi, lemari rendah, lilin, lampu gantung, dan jendela. Properti tersebut disusun sedemikian rupa sehingga penonton video ini terjebak dalam tipuan artistiknya.
Berdasarkan pengamatan terhadap video tersebut dan dikarenakan penulis bergelut dibidang seni rupa, maka penulis lebih mengkritisi tentang artistiknya. penulis menilai video ini terlalu banyak kerancuan dalam penempatan property dan mudah diketahui bahwasanya video ini hanya permainan ilusi yang menjebak penonton.
Adapun alasan penulis berargumen video ini terlalu banyak kerancuan dalam penempatan property dan mudah diketahui bahwasanya video ini hanya permainan ilusi yang menjebak penonton:
1.             Penempatan properti yang kurang tepat
2.             Properti tidak tereksplor oleh penari
3.             Banyak ruang kosong atau tidak tereksplor
Video ini memperlihatkan seorang penari yang menggunakan keempat bidang ruangan (alas, atap, dan dinding) sebagai ruang geraknya dalam menari, akan tetapi penempatan properti yang kurang tepat menjadikan video ini yang ingin menampilkan penari tanpa terkena gravitasi kurang tersampaikan.
Pada ruang kamar tidur, kursi yang mengarah ketempat tidur dirasa kurang tepat dan seharusnya kursi menghadap jendela. Selain itu kursi juga tidak tereksplore layaknya sebuah kursi sebagai tempat duduk. Penempatan sandal sandal yang terletak dibawah kursi dirasa tidak tepat dan seharusnya berada di dekat tempat tidur dikarenakan penari muncul dari tempat tidur yang keluar dari selimut.
Lampu tidur yang mengarah ke atas kasur dirasa kurang pas dengan penempatannya, karena arah cahaya lampu tidur tepat diatas kepala seseorang yang tidur. Pada tempat tidur juga tidak terlihat adanya bantal sehingga mengurangi kesan bahwasanya tempat tidur tersebut digunakan sebagaimana fungsinya.
Pada adegan terakhir di ruang kamar tidur adanya lampu yang bergantung membentuk sebuah garis horizontal memberikan karakter tenang, damai, pasif, kaku. Kemudian terdapat beberapa lampu yang bergantungan menghasilkan susunan garis horizontal sehingga menghasilkan kesan tenang, damai, tetapi pasif.


Sedangkan pada ruang baca terdapat banyak kerancuan dalam pandangan penulis, sehingga mengurangi ilusi tanpa gravitasi seperti lemari rendah dan ruang yang tidak di eksplor. Penempatan lemari rendah dan lilin terasa sia-sia jika tidak dieksplor begitu juga dengan ruang yang terkesan berat sebelah.
Selain properti dan ruang yang kurang tereksplor, konsisten dalam penggunaan property juga dirasa tidak ada, hal tersebut dapat dilihat pada saat penari tertarik keatas memegang kursi pada menit ke 03:12 akan tetapi pada menit ke 04:15 kursi kembali ada dan hilang lagi pada menit ke 04:20 kembali ada pada menit 04:35 dan berulang kali hilang muncul. Kemudian juga terlihat saat penari melempar atau menyerakkan buku pada menit 04:28 akan tetapi pada menit ke 04:39 buku telah tersusun rapi kembali. Dengan ketidak konsistenan tersebut menimbulkan banyak kerancuan yang terjadi dalam video tersebut dan memberikan kesan kesalahan pada pemotongan-pemototongan video.
Ketika buku-buku diserakkan atau dilempar akan tetapi buku menempel kesamping atau ke dinding, dimana semestinya buku tersebut jatuh kebawah atau lantai sebagai mana mestinya, karena buku juga merupakan properti yang terkena gravitasi, tetapi pengkarya tidak mensiasati buku tersebut agar terjatuh ke bawah atau lantai.
Penempatan lampu gantung yang menyala terkesan sia-sia karena cahaya dari jendela begitu kuat mengalahkan cahaya dari lampu gantung tersebut. Hal tersebut dapat dilihat dari bayangan penari yang terdapat disisi dinding. Sehingga memberikan kerancuan terhadap penunjukan waktu pagi, siang, atau malam.
Secara keseluruhan penempatan property yang telalu banyak dan tidak tereksplor memberikan kesan kerancuan pada karya. Serta kurangnya eksplorasi terhadap ruang atau sisi arah jendela sehingga terkesan berat sebelah. Dimana eksplorasi ruang dapat disiasati dengan pemberian besi lurus kedepan pada sisi dinding agar penari bias mengeksplor ruang.

menentukan ideology



Dalam menentukan ideology yang akan digunakan dalam menggarap, menafsirkan, maupun mewujudkan ide dan konsep yang akan dilahirkan kedalam sebuah karya seni yang berisikan nilai ataupun pesan yang akan disampaikan, tentunya hal yang demikian memang harus dikembalikan lagi kepada keinginan kita dalam menyampaikan sesuatu pesan kedalam sebuah bentuk karya seni yang utuh.
Perdagangan merupakan sebuah fenomena yang benar-benar saya ketahui dan memang mengalami peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam fenomena ini, dimana saya lahir dari kedua orang yang selalu berjasa dalam hidup saya dan menafkahi saya dari butiran keringat beliau yang berprofesi sebagai pedagang buah, semenjak umur balita saya sudah hidup dalam ruang lingkup pasar, sehingga hal yang demikian membuat hati saya tergerak untuk mengangkat hal yang demikian kedalam bahasa musik.
Dalam mencermati fenomena ini, saya menemukan bahwa profesi pedagang tidak hanya berfungsi sebagai profesi dalam mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup, namun dalam konteks tersebut terbangun juga suatu interaksi sosial antara satu individu dengan individu lainnya ataupun lebih. Tanpa adanya nilai komunikasi maupun nilai sosial dalam berdagang ini, maka tidak akan terjadinya ijab dan kabul dalam berjual beli untuk menemukan titik temu sebuah kesepakatan antara penjual dan pembeli (harga).
Untuk menfokuskan hal yang demikian saya lebih menitik fokuskan pada keberadaan buah yang di jual oleh pedagang tradisional yang telah mengalami kemerosotan dan penurunan peminat dengan hadirnya buah-buah impor di pasaran. Dimana buah tradisional yang masih terpatok dan tergantung pada musim sedangkan buah impor sudah dicampuri oleh teknologi, sehingga buah tersebut tidak lagi tergantung oleh musim dan buah tersebut juga bisa berbuah setiap bulannya. Hal ini lah yang menimbulkan kecemasan bagi pedagang tradisional yang mana membuat penurunan dalam pendapatannya.
Untuk mewujudkan hal yang demikian saya akan menggunakan ideology konservatif, dimana menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia hal itu berarti kolot atau bersikap mempertahankan keadaan, kebiasaan, dan tradisi yang berlaku. Disini saya menginterpretasikan penjabaran tersebut bahwa saya akan mempertahankan suasana ketradisian dari fenomena yang saya usung, dilain hal dalam mewujudkan konsep kekaryaan ini saya lebih menggunakan bahan-bahan dan media-media tradisi yang mewakilkan perumpamaan saya terhadap pedagang tradisi dengan musik tradisi.
Pada bagian berikutnya pengkarya masih menggunakan ideology yang sama, akan tetapi hal demikian saya sesuaikan dengan konsep bagian ini, dimana buah tradisi sudah dipengaruhi keberadaannya oleh buah impor. Ideology konservatif ini sudah saya campuri dengan ideology progresif, dimana saya menafsirkan ketradisian ini sudah dilepaskan dari konsep ketradisian dengan tujuan penggambaran suatu kegelisahan dari sipedagang tradisional ini.

Interpretasi



Interpretasi atau penafsiran adalah proses komunikasi melalui lisan atau gerakan antara dua atau lebih pembicara yang tak dapat menggunakan simbol-simbol yang sama, baik secara simultan (dikenal sebagai interpretasi simultan) atau berurutan (dikenal sebagai interpretasi berurutan). Menurut definisi, interpretasi hanya digunakan sebagai suatu metode jika dibutuhkan. Jika suatu objek (karya seni, ujaran, dll) cukup jelas maknanya, objek tersebut tidak akan mengundang suatu interpretasi. Istilah interpretasi sendiri dapat merujuk pada proses penafsiran yang sedang berlangsung atau hasilnya.

Suatu interpretasi dapat merupakan bagian dari suatu presentasi atau penggambaran informasi yang diubah untuk menyesuaikan dengan suatu kumpulan simbol spesifik. Informasi itu dapat berupa lisan, tulisan, gambar, matematika, atau berbagai bentuk bahasa lainnya. Makna yang kompleks dapat timbul sewaktu penafsir baik secara sadar ataupun tidak melakukan rujukan silang terhadap suatu objek dengan menempatkannya pada kerangka pengalaman dan pengetahuan yang lebih luas.
Tujuan interpretasi biasanya adalah untuk meningkatkan pengertian, tapi kadang, seperti pada propaganda atau cuci otak, tujuannya justru untuk mengacaukan pengertian dan membuat kebingungan.

Seni kontemporer



Seni Kontemporer adalah salah satu cabang seni yang terpengaruh dampak modernisasi. Kontemporer itu artinya kekinian, modern atau lebih tepatnya adalah sesuatu yang sama dengan kondisi waktu yang sama atau saat ini; jadi seni kontemporer adalah seni yang tidak terikat oleh aturan-aturan zaman dulu dan berkembang sesuai zaman sekarang. Lukisan kontemporer adalah karya yang secara tematik merefleksikan situasi waktu yang sedang dilalui. Misalnya lukisan yang tidak lagi terikat pada Rennaissance. Begitu pula dengan tarian, lebih kreatif dan modern.
Kata “kontemporer” yang berasal dari kata “co” (bersama) dan “tempo” (waktu). Sehingga menegaskan bahwa seni kontemporer adalah karya yang secara tematik merefleksikan situasi waktu yang sedang dilalui. Atau pendapat yang mengatakan bahwa “seni rupa kontemporer adalah seni yang melawan tradisi modernisme Barat”. Ini sebagai pengembangan dari wacana pascamodern (postmodern art) dan pascakolonialisme yang berusaha membangkitkan wacana pemunculan indegenous art (seni pribumi). Atau khasanah seni lokal yang menjadi tempat tinggal (negara) para seniman.
Secara awam seni kontemporer bisa diartikan sebagai berikut:
  1. Tiadanya sekat antara berbagai disiplin seni, alias meleburnya batas-batas antara seni lukis, patung, grafis, kriya, teater, tari, musik, anarki, omong kosong, hingga aksi politik.
  2. Punya gairah dan nafsu "moralistik" yang berkaitan dengan matra sosial dan politik sebagai tesis.
  3. Seni yang cenderung diminati media massa untuk dijadikan komoditas pewacanaan, sebagai aktualitas berita yang fashionable.

Seni kontemporer dan seni posmodern

Kaitan seni kontemporer dan (seni) postmodern, menurut pandangan Yasraf Amir Piliang, pemerhati seni, pengertian seni kontemporer adalah seni yang dibuat masa kini, jadi berkaitan dengan waktu. Sedangkan seni postmodern adalah seni yang mengumpulkan idiom-idiom baru. Lebih jelasnya dikatakan bahwa tidak semua seni masa kini (kontemporer) itu bisa dikategorikan sebagai seni posmodern, seni posmodern sendiri di satu sisi memberi pengertian, memungut masa lalu tetapi di sisi lain juga melompat kedepan (bersifat futuris).

Perkembangan seni kontemporer Indonesia

Dalam seni rupa Indonesia, istilah kontemporer muncul awal 70-an, ketika Gregorius Sidharta menggunakan istilah kontemporer untuk menamai pameran seni patung pada waktu itu. Suwarno Wisetrotomo, seorang pengamat seni rupa, berpendapat bahwa seni rupa kontemporer pada konsep dasar adalah upaya pembebasan dari kontrak-kontrak penilaian yang sudah baku atau mungkin dianggap usang.
Konsep modernisasi telah merambah semua bidang seni ke arah kontemporer ini. Paling menyolok terlihat di bidang tari dan seni lukis. Seni tari tradisional mulai tersisih dari acara-acara televisi dan hanya ada di acara yang bersifat upacara atau seremonial saja.
Seperti diungkapkan Humas Pasar Tari Kontemporer di Pusat Latihan Tari (PLT) Sanggar Laksamana Pekanbaru yang tidak hanya diminati para koreografer tari dalam negeri tetapi juga koreografer tari asing yang berasal dari luar negeri. Sebanyak 18 koreografer tari baik dari dalam maupun luar negeri menyatakan siap unjuk kebolehan dalam pasar tari kontemporer tersebut. "Para koreografer sudah tiba di Pekanbaru, mereka menyatakan siap unjuk kebolehan dalam pasar tari itu," ujar Humas Pasar Tari Kontemporer, Yoserizal Zen di Pekanbaru[1].
Lukisan kontemporer semakin melejit seiring dengan meningkatnya konsep hunian minimalis, terutama di kota-kota besar. Seperti diungkapkan oleh seniman lukis kontemporer Saptoadi Nugroho dari galeri Tujuh Bintang Art Space Yogyakarta, "Lukisan kontemporer semakin diminati seiring dengan merebaknya konsep perumahan minimalis terutama di kota-kota besar. Akan sulit diterima bila kita memasang lukisan pemandangan, misalnya sedangkan interior ruangannya berkonsep modern."[2]
Hal yang senada diungkap oleh kolektor lukisan kontemporer, "Saya mengoleksi lukisan karena mencintai karya seni. Kalaupun nilainya naik, itu bonus," kata Oei Hong Djien, kolektor dan kurator lukisan ternama dari Magelang. Begitu juga Biantoro Santoso, kolektor lukisan sekaligus pemilik Nadi Gallery. "Saya membeli karena saya suka. Walaupun harganya tidak naik, tidak masalah," timpalnya.
Oei dan Biantoro tak pernah menjual koleksinya. Oei memilih untuk memajang lebih dari 1.000 bingkai lukisannya di museum pribadinya. Karya-karya besar dari Affandi, Basuki Abdullah, Lee Man Fong, Sudjojono, Hendra Gunawan, dan Widayat terpampang di sana bersama karya-karya pelukis muda.
Pendapat lain dari Yustiono, staf pengajar FSRD ITB, melihat bahwa seni rupa kontemporer di Indonesia tidak lepas dari pecahnya isu posmodernisme (akhir 1993 dan awal 1994), yang menyulut perdebatan dan perbincangan luas baik di seminar-seminar maupun di media massa pada waktu itu.

Nirmana

Nirmana adalah pengorganisasian atau penyusunan elemen-elemen visual seperti titik, garis, warna, ruang dan tekstur menjadi satu kesatuan yang harmonis. Nirmana dapat juga diartikan sebagai hasil angan-angan dalam bentuk dwimatra, trimatra yang harus mempunyai nilai keindahan. Nirmana disebut juga ilmu tatarupa. Elemen –elemen seni rupa dapat dikelompokan menjadi 4 bagian berdasarkan bentuknya.

1. Titik, titik adalah suatu bentuk kecil yang tidak mempunyai dimensi. Raut titik yang paling umum adalah bundaran sederhana, mampat, tak bersudut dan tanpa arah.
2. Garis, garis adalah suatu hasil goresan nyata dan batas limit suatu benda, ruang, rangkaian masa dan warna.
3. Bidang, bidang adalah suatu bentuk pipih tanpa ketebalan, mempunyai dimensi pajang, lebar dan luas; mempunyai kedudukan, arah dan dibatasi oleh garis.
4. Gempal, gempal adalah bentuk bidang yang mempunyai dimensi ketebalan dan kedalaman. 

Penyusunan merupakan suatu proses pengaturan atau disebut juga komposisi dari bentuk-bentuk menjadi satu susunan yang baik. Ada beberapa aturan yang perlu digunakan untuk menyusun bentuk-bentuk tersebut. Walaupun penerapan prinsip-prinsip penyusunan tidak bersifat mutlak, namun karya seni yang tercipta harus layak disebut karya yang baik. Perlu diketahui bahwa prinsip-prinsip ini bersifat subyektif terhadap penciptanya.
Dalam ilmu desain grafis, selain prinsip-prinsip diatas ada beberapa prinsip utama untuk tujuan komunikasi dari sebuah karya desain.

1. Ruang Kosong (White Space)
Ruang kosong dimaksudkan agar karya tidak terlalu padat dalam penempatannya pada sebuah bidang dan menjadikan sebuah obyek menjadi dominan.
2. Kejelasan (Clarity)
Kejelasan atau clarity mempengaruhi penafsiran penonton akan sebuah karya. Bagaimana sebuah karya tersebut dapat mudah dimengerti dan tidak menimbulkan ambigu/ makna ganda.
3. Kesederhanaan (Simplicity)
Kesederhanaan menuntut penciptaan karya yang tidak lebih dan tidak kurang. Kesederhanaan sering juga diartikan tepat dan tidak berlebihan. Pencapaian kesederhanaan mendorong penikmat untuk menatap lama dan tidak merasa jenuh.
4. Emphasis (Point of Interest)
Emphasis atau disebut juga pusat perhatian, merupakan pengembangan dominasi yang bertujuan untuk menonjolkan salah satu unsur sebagai pusat perhatian sehingga mencapai nilai artistic.
 
Prinsip – prinsip dasar seni rupa
1. Kesatuan (Unity)
Kesatuan merupakan salah satu prinsip dasar tata rupa yang sangat penting. Tidak adanya kesatuan dalam sebuah karya rupa akan membuat karya tersebut terlihat cerai-berai, kacau-balau yang mengakibatkan karya tersebut tidak nyaman dipandang. Prinsip ini sesungguhnya adalah prinsip hubungan. Jika salah satu atau beberapa unsur rupa mempunyai hubungan (warna, raut, arah, dll), maka kesatuan telah tercapai.
2. Keseimbangan (Balance)
Karya seni dan desain harus memiliki keseimbangan agar nyaman dipandang dan tidak membuat gelisah. Seperti halnya jika kita melihat pohon atau bangunan yang akan roboh, kita merasa tidak nyaman dan cenderung gelisah. Keseimbangan adalah keadaan yang dialami oleh suatu benda jika semua daya yang bekerja saling meniadakan. Dalam bidang seni keseimbangan ini tidak dapat diukur tapi dapat dirasakan, yaitu suatu keadaan dimana semua bagian dalam sebuah karya tidak ada yang saling membebani.
3. Proporsi (Proportion)
Proporsi termasuk prinsip dasar tata rupa untuk memperoleh keserasian. Untuk memperoleh keserasian dalam sebuah karya diperlukan perbandingan –perbandingan yang tepat. Pada dasarnya proporsi adalah perbandingan matematis dalam sebuah bidang. Proporsi Agung (The Golden Mean) adalah proporsi yang paling populer dan dipakai hingga saat ini dalam karya seni rupa hingga karya arsitektur. Proporsi ini menggunakan deret bilangan Fibonacci yang mempunyai perbandingan 1:1,618, sering juga dipakai 8 : 13. Konon proporsi ini adalah perbandingan yang ditemukan di benda-benda alam termasuk struktur ukuran tubuh manusia sehingga dianggap proporsi yang diturunkan oleh Tuhan sendiri. Dalam bidang desain proporsi ini dapat kita lihat dalam perbandingan ukuran kertas dan layout halaman.
4. Irama (Rhythm)
Irama adalah pengulangan gerak yang teratur dan terus menerus. Dalam bentuk –bentuk alam bisa kita ambil contoh pengulangan gerak pada ombak laut, barisan semut, gerak dedaunan, dan lain-lain. Prinsip irama sesungguhnya adalah hubungan pengulangan dari bentuk –bentuk unsur rupa.
5. Dominasi (Domination)
Dominasi merupakan salah satu prinsip dasar tatarupa yang harus ada dalam karya seni dan deisan. Dominasi berasal dari kata Dominance yang berarti keunggulan . Sifat unggul dan istimewa ini akan menjadikan suatu unsure sebagai penarik dan pusat perhatian. Dalam dunia desain, dominasi sering juga disebut Center of Interest, Focal Point dan Eye Catcher. Dominasi mempunyai bebrapa tujuan yaitu utnuk menarik perhatian, menghilangkan kebosanan dan untuk memecah keberaturan.

Warna dapat didefinisikan secara obyektif/fisik sebagai sifat cahaya yang diapancarkan, atau secara subyektif/psikologis sebagai bagian dari pengalaman indera pengelihatan. Secara obyektif atau fisik, warna dapat diberikan oleh panajang gelombang. Dilihat dari panjang gelombang, cahaya yang tampak oleh mata merupakan salah satu bentuk pancaran energi yang merupakan bagian yang sempit dari gelombang elektromagnetik.

Cahaya yang dapat ditangkap indera manusia mempunyai panjang gelombang 380 sampai 780 nanometer. Cahaya antara dua jarak nanometer tersebut dapat diurai melalui prisma kaca menjadi warna-warna pelangi yang disebut spectrum atau warna cahaya, mulai berkas cahaya warna ungu, violet, biru, hijau, kuning, jingga, hingga merah. Di luar cahaya ungu /violet terdapat gelombang-gelombang ultraviolet, sinar X, sinar gamma, dan sinar cosmic. Di luar cahaya merah terdapat gelombang / sinar inframerah, gelombang Hertz, gelombang Radio pendek, dan gelombang radio panjang, yang banyak digunakan untuk pemancaran radio dan TV. Proses terlihatnya warna adalah dikarenakan adanya cahaya yang menimpa suatu benda, dan benda tersebut memantulkan cahaya ke mata (retina) kita hingga terlihatlah warna. Benda berwarna merah karena sifat pigmen benda tersebut memantulkan warna merah dan menyerap warna lainnya. Benda berwarna hitam karena sifat pigmen benda tersebut menyerap semua warna pelangi. Sebaliknya suatu benda berwarna putih karena sifat pigmen benda tersebut memantulkan semua warna pelangi. 

Sebagai bagian dari elemen tata rupa, warna memegang peran sebagai sarana untuk lebih mempertegas dan memperkuat kesan atau tujuan dari sebuah karya desain. Dalam perencanaan corporate identity, warna mempunyai fungsi untuk memperkuat aspek identitas. Lebih lanjut dikatakan oleh Henry Dreyfuss , bahwa warna digunakan dalam simbol-simbol grafis untuk mempertegas maksud dari simbol-simbol tersebut . Sebagai contoh adalah penggunaan warna merah pada segitiga pengaman, warna-warna yang digunakan untuk traffic light merah untuk berhenti, kuning untuk bersiap-siap dan hijau untuk jalan. Dari contoh tersebut ternyata pengaruh warna mampu memberikan impresi yang cepat dan kuat.

Kemampuan warna menciptakan impresi, mampu menimbulkan efek-efek tertentu. Secara psikologis diuraikan oleh J. Linschoten dan Drs. Mansyur tentang warna sbb: Warna-warna itu bukanlah suatu gejala yang hanya dapat diamati saja, warna itu mempengaruhi kelakuan, memegang peranan penting dalam penilaian estetis dan turut menentukan suka tidaknya kita akan bermacam-macam benda.
Dari pemahaman diatas dapat dijelaskan bahwa warna, selain hanya dapat dilihat dengan mata ternyata mampu mempengaruhi perilaku seseorang, mempengaruhi penilaian estetis dan turut menentukan suka tidaknya seseorang pada suatu benda. Berikut kami sajikan potensi karakter warna yang mampu memberikan kesan pada seseorang sbb :

1. Hitam, sebagai warna yang tertua (gelap) dengan sendirinya menjadi lambang untuk sifat gulita dan kegelapan (juga dalam hal emosi).
2. Putih, sebagai warna yang paling terang, melambangkan cahaya, kesucian.
3. Abu-abu, merupakan warna yang paling netral dengan tidak adanya sifat atau kehidupan spesifik.
4. Merah, bersifat menaklukkan, ekspansif (meluas), dominan (berkuasa), aktif dan vital (hidup).
5. Kuning, dengan sinarnya yang bersifat kurang dalam, merupakan wakil dari hal-hal atau benda yang bersifat cahaya, momentum dan mengesankan sesuatu.
6. Biru, sebagai warna yang menimbulkan kesan dalamnya sesuatu (dediepte), sifat yang tak terhingga dan transenden, disamping itu memiliki sifat tantangan.
7. Hijau, mempunyai sifat keseimbangan dan selaras, membangkitkan ketenangan dan tempat mengumpulkan daya-daya baru.
Dari sekian banyak warna, dapat dibagi dalam beberapa bagian yang sering dinamakan dengan sistem warna Prang System yang ditemukan oleh Louis Prang pada 1876 meliputi :
1. Hue, adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan nama dari suatu warna, seperti merah, biru, hijau dsb.
2. Value, adalah dimensi kedua atau mengenai terang gelapnya warna. Contohnya adalah tingkatan warna dari putih hingga hitam.
3. Intensity, seringkali disebut dengan chroma, adalah dimensi yang berhubungan dengan cerah atau suramnya warna. 

Selain Prang System terdapat beberapa sistem warna lain yakni, CMYK atau Process Color System, Munsell Color System, Ostwald Color System, Schopenhauer/Goethe Weighted Color System, Substractive Color System serta Additive Color/RGB Color System.
Diantara bermacam sistem warna diatas, kini yang banyak dipergunakan dalam industri media visual cetak adalah CMYK atau Process Color System yang membagi warna dasarnya menjadi Cyan, Magenta, Yellow dan Black. Sedangkan RGB Color System dipergunakan dalam industri media visual elektronika.

Sumber : Dasar-Dasar Tata Rupa dan Desain, Drs. Sadjiman Ebdi Sanyoto, Yogyakarta 2005